Anda mungkin pernah melihat ada laki-laki yang berpenampilan tidak seperti laki-laki. Bisa jadi kulitnya tidak seperti laki-laki dewasa, wajahnya halus, dan dadanya menonjol seperti punya payudara. Jangan salah, bukan berarti dia transeksual. Bisa jadi laki-laki tersebut mengalami hipogonad alias kekurangan hormon testosteron atau bahkan tidak punya sama sekali.
Hipogonad tidak hanya mengubah "penampilan", tapi juga mengganggu kesehatan reproduksi secara keseluruhan sehingga perlu diwaspadai. "Bahkan seluruh hidupnya akan terpengaruh jika tidak punya hormon testosteron. Penderita hipogonad tidak berkembang menjadi pria dewasa," kata ahli andrologi Prof Dr dr Wimpie Pangkahila SpAnd, FFAC di Jakarta, pekan lalu.
Anak yang mengalami hipogonad dikhawatirkan tidak akan bisa berkembang menjadi pria normal. Pada anak-anak sesuai dengan perkembangan usia, maka seluruh organ tubuhnya akan berkembang termasuk kelaminnya. "Pada umur 10 tahun, testis anak-anak itu sudah berkembang. Kalau misalnya testis tetap kecil, demikian juga penisnya tidak berkembang yang biasa disebut mikropenis, maka orangtua harus sudah curiga," kata Wimpie.
Karena itu orangtua sebaiknya mengamati pertumbuhan dan perkembangan anak- anaknya. Hipogonad jika dibiarkan saja akan membuat organ kelamin anak tidak berkembang. Terlebih jika si anak sudah melewati umur 12 tahun, saat organ kelamin tidak lagi berkembang kecuali dengan bantuan pengobatan.
Wimpie mencontohkan seorang pria berusia 35 tahun yang sepintas penampilannya seperti remaja berusia 18 tahun karena ekspresi wajahnya tidak seperti pria dewasa. "Begitu dia berobat, baru kelihatan kalau testisnya kecil sekali dan penisnya tidak berkembang. Namun, ukuran kecil penis laki-laki dalam standar normal tidak perlu dipermasalahkan," tambahnya.
Pada pria-sama seperti pada perempuan-ada lima tahap perkembangan kelamin. Tahapan terakhir pada pria akan dicapai pada usia 16-17 tahun. "Itu sudah maksimal, dia sudah memiliki kelamin dewasa dan tidak akan bertambah lagi ukurannya," kata Wimpie.
Pada kasus hipogonad, jika perkembangan kelamin seorang laki-laki tidak normal, maka tentu akan memengaruhi kehidupan seksualnya. "Yang terutama adalah tidak ada dorongan seks karena gairahnya hilang," kata Wimpie. Penyebab hipogonad banyak macamnya, antara lain, karena gangguan genetik ketika anak di dalam kandungan atau bisa juga karena jenis makanan yang mengandung hormon estrogen (hormon "wanita").
Wimpie mengatakan, ternyata dalam kehidupan modern ini banyak bahan-bahan makanan atau makanan yang bersentuhan dengan pembungkus makanan/plastik makanan yang mengandung bahan mirip dengan estrogen. "Karena itulah saat ini banyak ditemui anak laki-laki yang penis dan testisnya tidak berkembang normal, sementara payudaranya gemuk," papar Wimpie.
Pada anak perempuan, kelebihan hormon estrogen ini bisa mengakibatkan menstruasi dini. Umur 9-10 tahun sudah menstruasi, padahal pada anak perempuan normal menstruasi pertama pada usia sekitar 12 tahun. "Susahnya lagi kalau makanan-makanan yang mengandung estrogen itu dimakan oleh ibu yang hamil. Bila janinnya lagi-lagi maka bisa berisiko melahirkan anak yang hipogonad. Bisa jadi junk food mengandung estrogen, meski ini butuh penelitian lebih lanjut," kata Wimpie.
Ia mencontohkan, di Amerika Serikat (AS) puluhan tahun lalu ayam-ayam disuntik hormon pertumbuhan semacam estrogen supaya cepat gemuk. Namun, karena itu merugikan, maka penyuntikan hormon tersebut pada ayam di AS akhirnya dilarang. "Di sana tegas karena lembaga yang berwenang, FDA (Food and Drug Administration), sangat kuat. Kalau melanggar pasti berhadapan dengan hukum di Amerika. Apakah di negara-negara seperti Indonesia hormon serupa masih digunakan atau tidak, ini harus diteliti," kata Wimpie.
Hingga saat ini tidak diketahui berapa jumlah anak-anak atau laki-laki yang mengalami hipogonad karena sebagian besar tidak datang berkonsultasi ke dokter. "Yang datang ke dokter adalah mereka yang sadar bahwa dirinya ada masalah dan memiliki dana cukup untuk berobat. Apalagi hal ini menyangkut pengobatan hormon yang biayanya relatif tidak murah," tambah Wimpie.
Karena itu sebaiknya para orangtua melakukan deteksi dini pada anak-anaknya agar tidak terlambat mendapatkan pengobatan. Pada anak laki-laki yang mengalami hipogonad dan ditengarai itu akibat estrogen, maka pengobatannya bisa menggunakan hormon androgen.
"Kasus hipogonad ini tidak boleh dibiarkan karena akan sangat merugikan bagi kualitas hidup sebagai manusia," ucap Wimpie Pangkahila.
